GIANYAR, BALI.KABARDAERAH.COM – Daya tarik wisata budaya ini terletak di desa Bedulu, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar. Berjarak sekitar kurang lebih 27 kilometer dari Denpasar. Goa buatan sejak zaman purbakala ini dulunya berfungsi sebagai tempat ibadah dan pusat kegiatan agama Budha dan Hindu pada masa pemerintahan Dinasti Warmadewa (abad X – XIV Masehi). Disebut Goa Gajah karena pahatan wajah raksasa di atas mulut goa yang dianggap menyerupai gajah. Adapula sumber yang menyebutkan nama itu karena adanya arca Ganesha (arca berkepala gajah) di salah satu ceruk di dalam goa.
Nama Luwa Gajah bersama Bedahulu pertama kali disebut dalam karya sastra Kakawin Negarakertagama yang disusun oleh Mpu Prapanca di tahun 1363 Masehi. Kata Luwah/Loh yang berarti sungai, dan Luwa Gajah berarti sungai gajah yang kemungkinan itu adalah sungai yang terletak di depan candi yang sekarang lebih dikenal dengan sebutan sungai Petanu.
Goa ini ditemukan berawal dari laporan pejabat Hindia Belanda LC.Heyting di tahun 1923, dia menemukan arca Ganesha, Tri Lingga, serta arca Hariri pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Hal itu ditindak lanjuti dengan penelitian lebih lanjut oleh Dr.WF.Stutterheim di tahun 1925. Pada tahun 1950 Dinas Purbakala di Bali di bawah pimpinan J.L.Krijgman melakukan penelitian dan penggalian di tahun 1954 – 1979. Dimana ditemukan petirtaan kuno dengan 6 patung wanita dengan pancuran air di dada dan sampai sekarang keberadaannya dipercaya bisa memberikan vibrasi penyucian aura pengunjung.
Permukaan goa yang menghadap ke Selatan ini bermotifkan daun, batu karang, raksasa, kera dan babi. Di tengah-tengah relief ada lubang mulut goa dengan ukuran lebar 1 meter dan tinggi 7,2 meter. Di ambang mulut goa terdapat pahatan muka raksasa dengan mata bulat besar melirik ke kanan. Lorong goa berbentuk seperti huruf T. Setelah masuk beberapa meter ke Utara, terdapat lorong yang melintang pada arah Barat ke Timur. Berukuran panjang 13,5 meter, lebar 2,75 meter dan tinggi 2 meter. Di dinding Utara dari lorong yang melintang terdapat 7 buah ceruk dan salah satunya berhadapan dengan jalan masuk ke goa dan merupakan ceruk terbesar dengan ukuran tinggi 1,26 meter kedalaman 1,25 meter. Pada kedua ujung lorong yang melintang terdapat ceruk, ceruk sisi Timur berisi 3 lingga (Brahma, Wishnu dan Shiwa) dan pada sisi Barat berisi arca Ganesha.
Di depan Goa yang diperkirakan dibuat pada abad ke-11 ini terdapat juga satu komplek petirtaan, dimana tersusun 3 kolam pemandian dengan 6 arca (seharusnya 7 arca berdasarkan konsep Sapta nadi yaitu 7 sungai suci: Gangga, Sindhu, Saraswati, Yamura, Godawari, Serayu dan Narmada).
Di area bagian Selatan komplek tinggalan purbakala yang berbentuk lembah/jurang terdapat Pura petapaan dan tersimpan arca Budha. Di lembah ini juga terdapat peninggalan kuno berupa satu relief besar yang telah runtuh ke dasar lembah yang mungkin dulunya bagian dari suatu candi tebing. Relief besar yang terpahat di batu terdiri dari beberapa bagian, yaitu berbentuk suatu fragmen stupa bercabang 3 dengan puncak-puncaknya berupa payung bersusun. Di sebelahnya terdapat fragmen stupa lain dengan satu puncak payung bersusun. Dan di atas kedua relief tersebut terlihat bagian bawah dari suatu arca Budha . Tidak jauh terdapat reruntuhan fragmen relief berbentuk payung bersusun 13. Melihat dari bentuk relief ini diperkirakan usianya jauh lebih tua daripada Goa Gajah di bagian Utara, mungkin berasal dari abad ke – 10.***(Agatha)