Penanganan Sampah di Tanah Lot

Tanah Lot adalah kawasan wisata dengan keunikan berupa bertenggernya salah satu Pura (tempat ibadah umat hindu) yang sangat disucikan di Bali di atas sebuah batu besar yang terpisah dari daratan. Di sini sebenarnya ada dua pura yang terletak di atas batu besar. Satu terletak di atas bongkahan batu dan satunya terletak di atas tebing mirip dengan Pura Uluwatu. Pura Tanah Lot ini merupakan bagian dari pura Dang Kahyangan. Pura Tanah Lot merupakan pura laut tempat pemujaan dewa-dewa penjaga laut. Tanah Lot terkenal sebagai tempat yang indah untuk melihat matahari terbenam. Selain itu, Tanah Lot juga merupakan salah satu daya tarik wisata yang terkenal dengan pemandangan dan sejarah serta mitosnya. Hal tersebut tentu menarik banyak wisatawan untuk berkunjung ke “Tanah Lot”. Wisatawan yang datang bukan hanya dari dalam negeri, melainkan banyak yang dari luar negeri juga. Wisatawan yang berkunjung ke Tanah Lot adalah wisatawan yang berkelompok, mereka melakukan perjalanan wisata beramai-ramai. Hal ini tentu sangat baik bagi perkembangan pariwisata di Bali, khususnya Tanah Lot pasca pandemic Covid 19. Akan tetapi, dampak buruk yang akan sangat merugikan daya tarik wisata Tanah Lot adalah sampah.

Dilihat dari sumber sampah di Tanah Lot yang bersumber dari sampah konsumsi yakni sampah yang dihasilkan oleh manusia sebagai pengguna barang seperti sisa- sisa kegiatan masyarakat dalam pelaksanaan upacara atau persembahyangan di tempat suci (pura) dan sisa sisa makanan yang dibuang ke tempat sampah; dan sampah alam seperti daun-daun kering yang ada di Tanah Lot. Dalam pengumpulan sampah, masyarakat juga telah melakukan pemilahan dimana sampah plastic, sampah bebotolan dan sampah berupa kardus bekas dikumpulkan untuk dijual. Dari hasil penjualan tersebut masyarakat mendapatkan uang tambahan untk menunjang kegiatan rumah tangga mereka. Selain itu, pengelolaan sampah batok kelapa menjadi briket juga merupakan peluang kerja untuk menambah pendapatan dan meningkatkan kesehjahteraan masyarakat. Sampah-sampah yang ada di Tanah Lot sangat diperhatikan maka dari itu, pembuangan sampah dari tempat sampah ke container besar dilakukan sebanyak 2 kali dalam sehari karena selain sebagai tempat pariwisata, Tanah Lot juga merupakan tempat yang suci yang pada saat odalan, para petugas kebersihan sudah stand by di berbagai tempat guna mengatasi sampah yang membludak. Para petugas juga dibekali alat blower yang digunakan pada pagi hari agar mempermudah pekerjaan para petugas saat membersihkan kawasan Tanah Lot dari dedaunan kering.

Dalam penanganan sampah Tanah Lot terlihat adanya orientasi penerapan nilai-nilai Tri Hita Karana. Pengelolaan sampah di Tanah Lot dilakukan oleh masyarakat setempat, Divisi Kebersihan Manajemen Operasional dan Pemerintah Kabupaten Tabanan. Sistem pengelolaan sampah dilakukan secara konvensional melalui pengumpulan sampah (pemilahan sampah), pengangkutan sampah ke tempat penampungan sementara (TPS) dan pembuangan sampah ke tempat pembuangan akhir (TPA). Pengumpulan dan pemilahan sampah (sampah plastic dan kaleng) dilakukan di kawasan Tanah Lot, namun untuk pengolahan lebih lanjut dilakukan di TPA Mandung, Tabanan. Dilihat dari jenisnya sampah tersebut berupa sampah organik (sisa-sisa makanan dan daun-daunan) dan anorganik (plastik dan kaca). Begitu tiba di TPA Mandung, Tabanan, sampah-sampah itu akan di kelompokan lagi, menjadi sampah yang bisa terurai dan tidak tidak terurai. Sampah yang bisa di urai, seperti dedaunan akan difermentasikan sebelum dikelola bersama limbah tinja untuk menjadi pupuk organik. Hasil pengelolaan ini menghasilkan hingga 1,60 ton. Pengelolaan menjadi pupuk ini sangat baik karena pemerintah Tabanan tidak perlu membeli pupuk lagi untuk menyuburkan tanaman dan pohon di Kabupaten Tabanan. Di TPA Mandung sendiri terdapat kolam aerobic dan kolam fakultatif yang membantu dalam pengolaham limbah tinja ini. Pada kolam aerobic, penguraian terjadi secara aerob yaitu proses yang berlangsung dengan membutuhkan oksigen melalui udara. Oksigen ini diperlukan untuk pertumbuhan maupun untuk respirasi (Sihaloho, 2009). Sedangkan kolam fakultatif berfungsi untuk menguraikan dan menurunkan konsentrasi bahan organik yang ada di dalam limbah yang telah diolah pada kolam anaerob. Proses yang terjadi pada kolam ini adalah campuran atara proses anaerob dan aerob. Sementara sampah lain yang tidak bisa dikelola akan ditimbun, itulah kini yang menyebabkan sampah di TPA mandung overload.

Berdasarkan informasi yang diperoleh bahwa sampah yang dihasilkan di Tanah Lot mencapai 8-12 kubik setiap hari. Untuk menangani sampah di Tanah Lot, manajemen operasional telah melakukan berbagai upaya diantaranya kegiatan pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Pengelolaan sampah berbasis masyarakat tahun ketiga 2013-2014 dilakukan dengan penyesuaian sarana prasarana berupa tempat sampah, motor pengangkut sampah, tempat pengolahan sampah yang hingga saat ini masih dilakukan.Untuk tempat pengolahan sampah, pembangunannya dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Tabanan dan lahannya disiapkan oleh desa Pakraman dengan menggunakan Tanah laba Pura Pakendungan. Namun sayangnya walau telah diupayakan sedemikan mungkin, masih banyak wisatawan yang kurang peka. Walau telah disediakan tempat sampah di tiap sudut, masih banyak wisatawan yang membuang sampah disembarangan tempat, sehingga pihak pengelola Tanah lot menyediakan petugas recreation untuk mengawasi dan menuntun wisatawan untuk tetap menjaga kebersihan. Oleh karena itu juga dilakukan pengolahan sampah melalui pelatihan dan pendampingan, pembuatan SOP pengelolaan sampah batok kelapa, uji coba produk, Workshop dengan Paguyuban Hotel, pembuatan desain kemasan, launcing produk, dan publikasi produk.

Lingkungan menjadi salah satu point utama dalam berlangsung pariwisata berkelanjutan. Oleh karena itu, pihak pengelola Tanah Lot, masyarakat setempat dan pemerintah Kabupaten Tabanan telah melakukan berbagai usaha dan upaya untuk menjaga kualitas dan kebersihan lingkungan Daya Tarik Wisata Tanah Lot, agar tetap terjaga keaslian, kesucian dan kebersihannya. Usaha pengumpulann sampah ini tentu saja akan sangat berpengaruh pada wilayah kawasan Tanah Lot, kenyamanan masyarakat dan tentu saja para wisatawan yang datang berkunjung yang tentu akan berdampak langsung pada pariwisata berkelanjutan. Dengan adanya ketegasan dan perhatian besar terhadap lingkungan dan kebersihan maka konsep pariwisata berkelanjutan itu sendiri akan berjalan dengan baik. Pembangunan pariwisata berkelanjutan pada intinya berkaitan dengan usaha menjamin agar sumber daya alam, sosial dan budaya yang dimanfaatkan untuk pembangunan pariwisata pada generasi ini agar dapat dinikmati untuk generasi yang akan datang. Pembangunan pariwisata harus didasarkan pada kriteria keberlanjutan yang artinya bahwa pembangunan dapat didukung secara ekologis dalam jangka panjang.***

Penulis: Ni Luh Putu Citra Permata Dewi, Michaella Chandra, Maria Pricilia Julia Mulyani, Nyoman Wibawa Saputra,  Pande Made Suyasa (Mahasiswa Prodi Manajemen Pariwisata Institut Pariwisata dan Bisnis Internasional, Denpasar).